top of page

KUALITAS MADU MURNI YANG TIDAK PERNAH SAMA


Kira-kira apakah kualitas madu dengan produk A sama dengan produk B? Apakah madu randu di Sumatera sama dengan madu Randu di Sumba? Kemudian apakah kualitas madu pada waktu panen di musim hujan akan sama ketika di musim kemarau? Ternyata kualitasnya sangatlah berbeda. Berikut ini penjelasannya mengapa kualitas madu tidak pernah sama terutama untuk kualitas madu di Indonesia. Ada beberapa faktor pendukung terjadinya keberagaman kualitas madu, yaitu faktor musim, geografis, lingkungan, spesies lebah madu, dan waktu panen madu dapat mempengaruhi kualitasnya.


Musim di Indonesia dan negara tropis lainnya sangat mendukung keanekaragaman madu karena kaya akan keanekaragaman flora. Negara-negara tropis hanya memiliki dua musim, yaitu panas dan penghujan. Biasanya, di antara musim panas dan penghujan, banyak sekali bunga-bunga yang bermekaran. Pada masa ini lah, banyak sekali madu yang dapat diproduksi oleh lebah madu. Namun, perbedaan musim menyebabkan kualitas madu berubah-ubah. Seperti halnya kadar air madu yang diperoleh saat musim hujan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi kemarau. Pada dasarnya, madu memiliki kadar air yang rendah. Menurut SNI 8664:2018 maksimal kadar air pada madu ialah 22% untuk madu ternak dan hutan, kemudian maksimal 27% untuk madu tanpa sengat. Kadar air yang tinggi akan memengaruhi kualitas madu seperti madunya menjadi cair dan umur simpan jadi lebih pendek.


Kondisi geografis di Indonesia juga mempengaruhi kualitas madu. Kondisi geografis akan mempengaruhi kondisi lingkungan. Semakin tinggi daratannya maka akan semakin sedikit keberagaman tanamannya. Umumnya peternak lebah memilih dataran dengan tinggi berkisar 600 mdpl. Hal ini dikarenakan pada ketinggian tersebut lebih banyak spesies tanaman yang hidup. Oleh karena itu, banyak peternak lebah membuatkan sarangnya di daerah itu. Sumber bunga melimpah dan kondisi lingkungan sangat bersahabat. Selain itu, dengan beragamnya sumber bunga maka akan menghasilkan rasa madu yang khas.


Kemudian apakah hanya itu saja?


Faktor lingkungan berkaitan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. Apakah daerah tersebut terdapat pencemaran tanah, dekat dengan jalan raya, dekat dengan hutan, lembab atau tidak, dan faktor lingkungan lainnya. Lingkungan yang lembab, banyak tanaman berbunga, dan dekat dengan hutan dapat menghasilkan madu dengan kualitas yang agak cair, aroma khas, dan rasa yang unik. Hal ini disebabkan karena di hutan yang lembab mengandung kadar air yang cukup tinggi, selain itu sumber gulanya beragam. Sumber gulanya dapat diperoleh dari bunga yang ada di hutan atau dari serangga aphid. Maka dari itu, hasil madunya akan memiliki karakter yang berbeda.

Jenis lebah madu dapat memengaruhi kualitas madu yang dihasilkannya. Setiap spesies madu memiliki karakternya masing-masing. Seperti halnya manusia yang tidak sama antara satu sama lainnya karena perbedaan genetik di antara mereka. Misalnya, kemampuan produksi propolis antara lebah Trigona sp. (klanceng) berbeda dengan lebah Apis. Selain itu, madu dari lebah klanceng lebih encer dibandingkan madu dari Apis mellifera, dan seterusnya. Meskipun sumber gulanya sama, tetapi kualitas madu yang dihasilkan berbeda. Maka dari itu, setiap madu akan memiliki keunggulannya masing-masing berdasarkan karakter lebahnya.


Waktu panen yang tepat dapat menghasilkan madu dengan kualitas yang baik. Waktu panen madu berkaitan pada waktu “matang” madu tersebut untuk di panen. Saat lebah mengambil dan menyimpan madunya, disaat ini lah proses “pemasakan” madu dimulai. Senyawa dan enzim seperti HMF (hidroksimetilfurfural) dan aktivitas enzim diastase menjadi indikator kematangan madu. Semakin tinggi nilai HMF dan aktivitas diastase maka madu tersebut semakin “matang” yang dimana jika terlalu matang menghasilkan kualitas yang tidak bagus. Cara mengetahui kualitas madu tersebut tentu perlu pendekatan secara ilmiah dengan melakukan pengujian di laboratorium pangan terakreditasi.


Kualitas madu memang tidak ada yang sama meskipun bersumber dari tanaman yang sama. Kondisi geografis, jenis lebah, dan waktu panen merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas madu. Maka dari itu, identitas madu sangat diperlukan sebagai penanda yang unik. Penanda unik ini dapat memberikan efek marketing bagi para konsumen yang ingin mencari madu. Ketika konsumen mengetahui kualitas dan asal dari madu tersebut, mereka menjadi memiliki preferensi madu yang diinginkan. Secara tidak langsung hal tersebut dapat meningkatkan nilai jual dari madu yang diproduksi.


Contoh madu dengan peringkat A

Apakah kualitas madu bisa dinilai jelek atau tidak?


Apabila mengikuti standar SNI, maka madu yang melewati batas standar tersebut bisa dikatakan kualitasnya tidak baik. Jika di pasar global, madu dapat diberikan peringkat menurut karakteristik dan kualitas madunya. Sejauh ini, peringkat kualitas madu mengikuti standar yang diberikan oleh USDA berdasarkan klasifikasi kualitasnya. Peringkat madu ada tiga, peringkat A, B, dan C. Apabila kualitas madu dibawah dari standar C artinya tidak lolos standar yang diberikan oleh USDA. Standar kualitas madu memang berbeda untuk setiap negara, meskipun madu tidak lolos peringkat C USDA, belum tentu kualitas madu tersebut tidak baik di negara tertentu.


Berdasarkan kualitas madu yang beragam ini lah, menyebabkan madu di Indonesia tidak ada yang sama. Apabila madu di Indonesia sudah sesuai dengan SNI, sisanya dapat ditambah dengan identitas lainnya, seperti analisa pollen, kemurnian madu, dan nilai khasiat pada madu. Pemberian identitas madu diperlukan supaya madu yang diproduksi memilki cerita dan meningkatkan nilai jual. Pengujian di laboratorium dapat memberikan bukti yang pasti dalam pemberian identitas pada madu. Penilaian jelek atau tidaknya kualitas madu hanya ditentukan berdasarkan standar yang ingin digunakan.








Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

Ask

Food Lab

Ask
Certification

bottom of page